SEJARAH
(AWAL MULA KEFARMASIAN)
Farmasi (bahasa Inggris: pharmacy, bahasa Yunani: pharmacon, yang
berarti: obat merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan
kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab
memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik
farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan
sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan
terhadap pasien (patient care) di
antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan
penyediaan informasi obat.
Ilmu farmasi awalnya
berkembang dari para tabib dan pengobatan tradisional yang berkembang di
Yunani, Timur-Tengah, Asia kecil, Cina, dan Wilayah Asia lainnya. Mulanya
"ilmu pengobatan" dimiliki oleh orang tertentu secara turun-temurun
dari keluarganya. Itu
gambaran “ilmu farmasi” kuno di Cina. Sedangkan di Yunani, yang biasanya
dianggap sebagai tabib adalah pendeta. Dalam legenda kuno Yunani, Asclepius,
Dewa Pengobatan menugaskan Hygieia untuk meracik campuran obat yang ia buat.
Oleh mmasyarakat Yunani, Hygiea disebut sebagai apoteker (Inggris : apothecary). Sedangkan di Mesir, praktek farmasi dibagi dalam dua pekerjaan, yaitu : Yang mengunjungi orang sakit dan yang bekerja di kuil menyiapkan racikan obat. Buku tentang bahan obat-obatan pertama kali ditulis di Cina sekitar 2735 SM. Para pengguna awal Cina dikenal pada materia medica adalah Shennong Bencao Jing (Herb-Akar Klasik Petani Divine).
Oleh mmasyarakat Yunani, Hygiea disebut sebagai apoteker (Inggris : apothecary). Sedangkan di Mesir, praktek farmasi dibagi dalam dua pekerjaan, yaitu : Yang mengunjungi orang sakit dan yang bekerja di kuil menyiapkan racikan obat. Buku tentang bahan obat-obatan pertama kali ditulis di Cina sekitar 2735 SM. Para pengguna awal Cina dikenal pada materia medica adalah Shennong Bencao Jing (Herb-Akar Klasik Petani Divine).
Kata farmasi berasal dari kata farma
(pharma). Farma merupakan istilah yang dipakai pada tahun 1400 – 1600 an.
1. Paracelsus (1541-1493 SM)
berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat
aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya.
2. Hippocrates (459-370 SM) yang
dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek pengobatannya telah menggunakan
lebih dari 200 jenis tumbuhan atau biasa disebut obat herbal.
3. Claudius Galen (200-129 SM)
menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan
bidang ilmu farmakologi.
4. Ibnu Sina (980-1037) telah menulis
beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta
cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan
pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan
Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.
5. Johann Jakob Wepfer (1620-1695)
berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan
percobaan, ia mengatakan :”I pondered at length, finally I resolved to
clarify the matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan
penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Percobaan pada
hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan
sebelum obat diuji–coba secara klinik pada manusia.
6. Institut Farmakologi pertama
didirikan pada th 1847 oleh Rudolf Buchheim (1820-1879) di Universitas Dorpat
(Estonia). Selanjutnya Oswald Schiedeberg (1838-1921) bersama dengan pakar
disiplin ilmu lain menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat meliputi
reseptor obat, hubungan struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif.
Konsep tersebut juga diperkuat oleh T. Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J.
Langley (1852-1925) di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman.
Farmasi sebagai profesi di Indonesia
sebenarnya relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara berarti setelah
masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan
Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, kefarmasian di Indonesia
pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum dikenal secara luas oleh
masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para tenaga
farmasi Indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker dengan
jumlah yang sangat sedikit.
Tenaga apoteker pada masa penjajahan
umumnya berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Namun, semasa perang
kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat sejarah yang sangat berarti,
yakni dengan didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946
dan di Bandung tahun 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan
pada masa perang kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi perkembangan
sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya.
Dewasa ini kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri.
Dewasa ini kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri.