Assalamualaikum Blogger's lovers...... thank's yah sudah sempatin ngebuka blogger saya meskipun isi blog saya tidak bagus-bagus amat tapi setidaknya bisa menambah pengetahuan kalian walaupun mungkin hanya sedikit sih tapi yah tidak apalah yang penting mampir hehehehe :D
yuk guys sempatin baca makalah yang sudah aku buat yah mengenai dispersi padat, ko-kristal dan floating drug delivery system.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Absorbsi obat merupakan faktor yang sangat penting
dalam memilih cara pemberian obat yang tepat dan dalam merancang bentuk sediaan
yang paling bagus, yang pada akhirnya menentukan keberhasilan terapi obat
(Ansel, 1989). Proses absorbsi yang terjadi sangat ditentukan oleh sifat fisiko
kimia dari satu molekul obat, seperti kelarutan obat. Obat obat yang memiliki
kelarutan kecil di dalam air akan menyebabkan jumlah obat yang diabsorbsi
menjadi kecil. Oleh karena itu, perlu adanya suatu metoda yang dapat
meningkatkan kelarutan dan laju disolusi senyawa obat di dalam tubuh, diantaranya adalah dengan menggunakan
teknologi sistem dispersi padat dan koristal.
Dispersi padat merupakan dispersi dari
satu atau lebih bahan aktif dalam pembawa inert atau matriks pada keadaan
padat.
Perubahan susunan molekul dalam kristal seperti
modifikasi bentuk kristal dan penggabungan dengan senyawa lain dalam kisi
kristal yang sama (ko-kristal) telah terbukti mampu mengubah suatu sifat fisiko
kimia suatu senyawa. Namun, kedua hal tersebut belum pernah dilaporkan terjadi
secara bersamaan.Modifikasi bentuk kristal, seperti mengubah bentuk kristal
atau amorfisasi merupakan salah satu upaya dalam mengubah sifat fisikokimia
suatu bahan. Istilah kristal digunakan untuk menggambarkanderajat keteraturan
internal yang tinggi, sedangkan pada padatan amorf ditemui derajat
ketidakteraturan yang rendah sehingga padatan amorf diklasifikasikan sebagai
golongan bahan isotropik. Ko-kristal adalah suatu kompleks kristalin dimana dua
atau lebih molekul netral berada pada perbandingan yang stoikiometrik
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu disperse padat dan bagaimana metode pembuatannya?
2. Apa
itu kokristal dan bagaimna metode pembuatannya?
3. Apa
itu Floating Drug Delivery System dan
bagaimana formulasinya?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
dan memahami pengertian disperse padat dan metodenya
2. Mengetahui
dan memahami definisi kokristal dan metode pembuatannya.
3. Mengetahui
dan memahami floating dan FDDS
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dispersi
Padat
Dispersi padat
merupakan suatu campuran dari satu atau lebih bahan obat dalam suatu bahan
pembawa yang inert atau matrik padat yang dilakukan dengan metode
peleburan, metode pelarutan dan metode pelarutan peleburan (Chiou dan
Riegelman, 1971).
1. Metode
peleburan
Pembuatan dispersi padat dapat dilakukan
dengan mencampur bahan obat dengan bahan pembawa yang mudah larut dalam air,
kemudian dipanaskan sampai melebur. Campuran yang sudah melebur segera
didinginkan dan bekukan dengan cepat dalam suatu bak yang berisi es sambil di
aduk kuat. Kekurangan dari metode ini adalah adanya obat-obatan dengan bahan
pembawa tertentu yang mengalami dekomposisi atau penguapan ketika proses
peleburan berlangsung (Goldberg, 1965).
Bahan-bahan
yang berhasil dibuat dispersi padat dalam upaya menaikkan kecepatan disolusinya
antara lain nitrofurantoin dengan PEG 6000 dan etetoin dengan PEG 6000
(Simonelli, 1970).
2. Metode
pelarutan
Metode ini digunakan untuk larutan padat
atau campuran fisik organik dan anorganik. Hasil yang diperoleh dengan metode
pelarutan disebut kopresipitat. Langkah yang dilakukan adalah dengan melarutkan
bahan pembawa padat pelarut yang cocok, kemudian pelarutnya diuapkan atau
dengan menambah pelarut lain, sehingga terjadi suatu kristal yang merupakan
dispersi molekuler antara bahan obat dengan bahan pembawa. Ada beberapa
kemungkinan yang dapat terjadi pada pembentukan disperse lpadat yaitu
terbentuknya campuran eutektik. Dispersi padat akan terbentuk apabila molekul obat lepas dari permukaan zat padat
menjadi bentuk yang dapat ditransformasikan ke dalam pelarut. Pelarutan
merupakan rangkaian proses liberasi dan redisposisi pada permukaan zat padat.
Pelarutan merupakan rangkaian proses yang berkesinambungan tetapi saling
berdiri sendiri dimana rangkaian tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu pertukaran
partikel pada permukaan zat padat, perubahan zat padat menjadi larutan,
perpindahan zat padat yang telah larut ke dalam mediumnya (Tawashi,1968).
3. Metode
pelarutan-peleburan
Pembuatan
dispersi padat dikerjakan dengan melarutkan terlebih dahulu bahan obat ke dalam
pelarut yang sesuai kemudian larutan dicampur dengan lelehan PEG 6000 dan
dikerjakan pada temperatur di bawah 700 C tanpa menguapkan pelarutnya. Chiou
menggunakan metode ini untuk pembuatan dispersi padat Spinolakton- PEG 6000
(Chiou dan Riegelman,1971).
Menurut
Chiou dan Riegelman (1971), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi pembentukan dispersi padat, antara lain:
1. Spektrum
inframerah
Digunakan untuk menganalisis gugus
fungsi yang terbentuk akibat terjadinya kompleks. Pada umumnya gaya yang
terbentuk akibat ikatan hydrogen antara gugus yang mengandung oksigen. Metode
ini digunakan dalam menentukan kompleksasi antara β- karoten dan
polivinilpirolidon yang memberikan hasil bahwa terjadi interaksi antara β-
karoten dan polivinilpirilidon.
2. Difraksi
Sinar X
Metode
ini sangat penting dan paling efisien dalam mempelajari pembentukan campuran
fisik dan dispersi padat. Zat dalam keadaan murni biasanya memberikan puncak –
puncak yang tajam pada pola difraksi sinar X. Pembentukan kompleks
furosemiddengan β siklodekstrin memberikan puncak – puncak yang lebih rendah
dengan pecahan yang lebih banyak dibandingkan senyawa murni.
3. Analisis
Termal
Analisis ini menggunakan Differential
Scanning Calorimetry (DSC). Analisis termal merupakan cara analisis yang
digunakan untuk mengetahui interaksi fisikokimia dari dua atau lebih system
komponen. Telah dilakukan studi terhadap pembentukan kompleks ibuprofen dan
ketoprofendengan N – metilglutamin diperoleh peleburan baru endodermis pada
temogram akibat terbentuknya kompleks
4. Analisis
Termodinamika
Analisis ini dilakukan dengan metode
pelarutan. Kompleks yang terjadi dapat diukur dengan tetapan stabilitas
kompleks (k). selanjutnya setelah stabilitas kompleks diperoleh, ditentukan
parameter termodinamikanya yang meliputi beda energi bebas (ΔF), beda entalpi
(ΔH), dan beda entropi (ΔS). Uji kelarutan dilakukan dengan cara mengambil
cuplikan pada selang waktu tertentu sampai larutan jenuh. Kejenuhan tercapai
apabila hasil pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer dari cuplikan
yang di ambil memberikan hasil pengukuran yang tetap
5. Metode
Laju Disolusi
Metode ini dapat digunakan untuk
mengamati kecepatan disolusi yang proporsional pada daerah permukaan,
membedakan kecepatan disolusi antara campuran fisik dan larutan fisik dan
larutan padat serta membedakan bentuk polimorfi yang sama dari suatu obat pada
campuran fisik dengan kopressipitat hasil pembentukan dispersi padat.
6. Mikroskopik
Metode
ini digunakan untuk mempelajari polimorf dan morfologi dispersi padat,
pengamatan ukuran, dan bentuk Kristal.
7. Metode
spektroskopi
Terdiri dari spektroskopi ultraviolet
dan spektroskopi inframerah. Pada spektroskopi ultraviolet, terjadinya kompleks
dalam larutan dapat ditunjukkan dengan bergesernya panjang gelombang maksimum
larutan. Pada spektroskopi inframerah, terjadi kompleks atau interaksi antara
zat aktif dan pembawa dapat ditunjukkan dengan pergeseran puncak serapan atau
terbentuknya serapan baru yang menunjukkan adanya interaksi ikatan baru antara
zat aktif dan pembawa.
Mekanisme
dispersi padat dapat berupa pengecilan ukuran partikel dan bahan obat kemudian
terperangkap dalam zat padat lain yang berfungsi sebagai pembawa, selain itu
dapat pula dengan pembentukan komplek yang terjadi antara obat dengan bahan
pembawa yang akan pecah jika dilarutkan dalam air atau cairan badan sehingga
membebaskan zat aktif dan terdispersi secara molekuler (Chiou dan Riegelman,
1971).
B. Kokristalisasi
Kokristal dapat
didefinisikan sebagai kompleks Kristal dari dua atau lebih konstituen molekul
yang terikat bersama-sama dalam kisi Kristal melalui interaksi nonkovaln
terutama ikatan hydrogen. Pembentukan kokristal melibatkan penggabungan zat
aktif obat dengan molekul lain yang dapat diterima secara farmasi dalam sebuah
kisi Kristal. Agen kokristalisasi atau disebut juga dngan koformer untuk
kokristalisai dalam upaya peningkatan laju kelarutan harus memiliki sifat tidak
toksik, inert, dapat mudah larut dalam air, mampu berikatan secara nonkovalen.
Contohnya ikatan hydrogen dengan obat, mampu meningkatkan kelarutan obat dalam
air, compatible secara kimia dengan obat. Koformer dapat berupa zat tambahan
pada makanan, pengawet, exipient farmasi dan zat aktif lain.
Zat
aktif obat yang digunakan dalam kokristalisasi agar dapat membentuk suatu
kokristal harus memiliki gugusan yang mampu berikatan secara nonkovalen dengan
koformer. Fase multikristal yang dihasilkan akan mempertahankan aktivitas
intrinsic zat aktif obat namun disisi lain memiliki sifat fisiko kimia yang
berbeda.
Kokristalisasi
memiliki keuntungan dalam memperbaiki beberapa profil yang dimiliki oleh suatu
zat, seperti kelarutan, bioavaibilitas dan stabilitas fisik. Ikatan hydrogen
yang merupakan interaksi nonkovalen adalah suatu kunci dalam pembentukan
kokristal. Pembentukan kokristal dapat memperbaiki sifat fisiko kimia suatu zat
aktif tanpa mengubah aktivitas zat tersebut.
Beberapa metode yang umum digunakan
dalam pembuatan kokristal adalah sebagai berikut :
a. Metode
pelarutan
Metode
pelarutan menjadi tahap pelarutan masing-masing komponen dalam pelarut yang
sesuai dengan kelarutannya, kemudian dilakukan pencampuran dan pembentukan
Kristal sehingga didapatkan kokristal pembentukan Kristal dapat dilakukan
dengan beberapa metode :
(1) Metode
penguapan pelarut (evaporasi)
Dua
komponen yang ekuivalen terdiri dari zat aktif obat dan koformer dilarutkan
dalam suatu pelarut atau campuran pelarut, kemudian untuk memperoleh keadaan
lewat jenuh maka larutan tersebut diuapkan sampai pelarutnya habis menguap.
Kokristal merupakan residu hasil penguapan tersebut.
(2) Metode
reaksi kristalisasi
Reaksi
kristalisasi ini dilakukan dengan menambahkan sejumlah komponen zat kedalam
larutan zat lain yang sudah jenuh atau mendekati jenuh sehingga larutan akan
menjadi lewat jenuh dan terjadi proses kristalisasi. Kokristal diperoleh dari
hasil reaksi tersebut. Metode ini efektif entuk larutan dengan konsentrasi
komponen yang tidak ekuivalen ketika satu komponen larutan menjai lewat jenuh
dengan penambahan komponen lainnya.
(3) Metode
pendinginan
Metode
ini melibatkan suhu dalam proses kokristalisasi. Dimana sejumlah besar komponen
yang merupakan zat aktif dan koformer dilarutkan dalam pelarut atau campuran
pelarut yang kemudian dipanaskan untuk memastikan kedua komponen tersebut
benar-benar larut. Kokristal akan mengendap saat larutan mencapai keadaan lewat
jenuh. Metode ini cocok untuk membuat kokristal dalam skala besar.
b. Metode
grinding
Metode
grinding dapat digunakan dalam pembentukan kokristal, metode ini menggunakan
aspek mekanik. Perbedaan metode grinding dan pelarutan adalah metode grinding setelah komponen obat dan
koformer dicampurkan, dilakukan aspek mekanik baik secara manual menggunakan
mortar atau menggunakan alat seperti ball mill atau vibratory mill.
(1) Dry
grinding
Metode
ini dilakukan dengan menyampurkan kedua komponen ekuivalen penyusun kokristal
secara bersama-sama lalu menggerusnya atau menggilingnya dengan mortir dan alu
tatu dengan ball mill atau vibratory mill
(2) Solvent
drop grinding
Metode
ini sama dengan metode dry grinding, dalam metode ini ditambahkan sejumlah
kecil pelarut dalam proses pencampurannya. Dengan penambahan sedikit pelarut
dapat meningkatan pembentuksn kokristal.
Adapun karakterisasi sifat fisiko kimia
dan kristalografik
1) Metode
kontak panas
2) Analisis
mikroskopik dengan mikroskop dengan polarisasi
3) Analsis
pola difraksi sinar-X
4) Analisis
termal deferensial
5) Analisis
spektroskopi FT-IR
C. Floating Drug Delivery System
Floating
system yaitu pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan
suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian
mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan
yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT dan
pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma (Chawla, et.al).
Sistem mengapung pada
lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki
densitas yang rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS) juga biasa disebut
Hydrodynamically Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang
lebih rendah daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung
tanpa mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan
pada kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem
Bentuk floating system banyak
diformulasi dengan menggunakan matriks matriks hidrofilik dan dikenal dengan
sebutan hydrodynamically balanced system (HBS), karena saat polimer
berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang, dan dapat menjadi
gel penghalang di permukaan luar. Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam
keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi
oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari kandungan
gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah
cellulose ether polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes,
2003).
Isi lambung minimal
diperlukan untuk mencapai prinsip retensi pengapungan, tingkat minimal gaya
apung (F) juga dibutuhkan untuk menjaga bentuk sediaan mengapung pada permukaan
makanan.
Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
a. Harus memiliki struktur yang cukup untuk membentuk sebuah
penghalang gel kohesif.
penghalang gel kohesif.
b. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi
lambung
(1,004-1,010).
(1,004-1,010).
c. Harus larut perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat
1.
Formulasi Sediaan FDDS
Untuk merancang sediaan
mengapung ada dua pendekatan yang dapat digunakan. Yang pertama adalah
pendekatan sistem bentuk sediaan tunggal (seperti tablet atau kapsul),
sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem bentuk sediaan jamak (seperti
granul atau mikrosfer)
2.
Bentuk Sediaan Tunggal
Sistem
yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically Balance Systems =
HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk memperpanjang waktu
tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di lambung) dan
meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan 20- 75% b/b hidrokoloid
tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau kapsul. Pada sistem ini akan
dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-75% dari bobot tablet) dan bahan
bahan pembantu lain yang diperlukan (pada umumnya proses pencampuran ini
diikuti dengan proses granulasi), selanjutnya granul dicetak menjadi tablet
atau diisikan ke dalam kapsul.
Setelah
dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau kapsul berkontak
dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena jumlahnya hidrokoloidnya
banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat jenisnya akan lebih kecil dari
berat jenis cairan lambung. Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di
dalam lambung. Karena mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam lambung,
tidak mudah masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang
mengembang akan menjadi gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan
lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan
mengatur pelepasan bahan aktif obat dari system terapung itu ke dalam cairan
lambung.
Sistem
HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki kelarutan yang lebih baik
dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki tempat absorpsi khusus
di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam lambung untuk waktu yang
lebih lama maka bentuk sediaan harus memiliki bobot jenis kurang dari satu.
Sediaan tersebut harus bertahan dalam lambung, integritas strukturnya terjaga
dan melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan. 2. Harus menjaga berat
jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung (1,004-1,010). 3. Harus larut
perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Dispersi
padat merupakan suatu campuran dari satu atau lebih bahan obat dalam suatu
bahan pembawa yang inert atau matrik padat yang dilakukan dengan metode
peleburan, metode peleburan; Pembuatan dispersi padat dapat dilakukan dengan
mencampur bahan obat dengan bahan pembawa yang mudah larut dalam air, kemudian
dipanaskan sampai melebur. Campuran yang sudah melebur segera didinginkan dan
bekukan dengan cepat dalam suatu bak yang berisi es sambil di aduk kuat.
Sedangkan metode pelarutan; metode ini digunakan untuk larutan padat atau
campuran fisik organik dan anorganik.
2. Ko-kristal
adalah kristal yang bercampur atau kristal yang mengandungi dua atau lebih
molekul yang berbeda.
Sifat-sifat kimia senyawa asli akan
terjaga dengan baik karena tidak ada ikatan kovalen yang baru dibentuk pada
co-kristal dibandingkan dengan induk molekul molekulnya.
3. Floating system yaitu pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada
tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki
kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat
dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan.
B. Kritik dan Saran
Mohon maaf bila
makalah yang telah dibuat ini masih banyak kekurangan karena manusia tidak
luput dari kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C.,
(1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Edisi IV). Penerjemah:
Farida Ibrahim. Jakarta: Universitas Indonesia.
Farida Ibrahim. Jakarta: Universitas Indonesia.
Chiou W.L.,
& Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical applications of Solid
Dispersion System. J. Pharm. Sci, 60, (9), 1281-1302.
Dispersion System. J. Pharm. Sci, 60, (9), 1281-1302.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia (Edisi III).
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Kibria, G.,
Roni, M, A., Dipu, M, H., Rahman, H., Rony, Md, R., & Jalil, R. (2011).
Dissolution enhancement of poorly soluble carbamazepine by using polymeric
Dissolution enhancement of poorly soluble carbamazepine by using polymeric
solid
dispersions. IJPSR, 2, 49-57.
Serajuddin, A.T.M., 1999, Solid
Dispersion of Poorly Water Soluble Drugs : Early Promises,
Subsequent
Problems and Recent Breakthroughs.,
J. Pharm. Sci Vol 6=88, p.1058
1066.
Betting Sites | Online Casinos in India - KADangpintar
BalasHapusOnline Casino: Online Gambling Games | Online Casinos in India. Here at KDANG, we take you to the Indian 온카지노 market with online casinos