Minggu, 05 Juli 2015

Assalamualaikum Blogger's lovers...... thank's yah sudah sempatin ngebuka blogger saya meskipun isi blog saya tidak bagus-bagus amat tapi setidaknya bisa menambah pengetahuan kalian walaupun mungkin hanya sedikit sih tapi yah tidak apalah yang penting mampir hehehehe :D 
yuk guys sempatin baca makalah yang sudah aku buat yah mengenai dispersi padat, ko-kristal dan floating drug delivery system. 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Absorbsi obat merupakan faktor yang sangat penting dalam memilih cara pemberian obat yang tepat dan dalam merancang bentuk sediaan yang paling bagus, yang pada akhirnya menentukan keberhasilan terapi obat (Ansel, 1989). Proses absorbsi yang terjadi sangat ditentukan oleh sifat fisiko kimia dari satu molekul obat, seperti kelarutan obat. Obat obat yang memiliki kelarutan kecil di dalam air akan menyebabkan jumlah obat yang diabsorbsi menjadi kecil. Oleh karena itu, perlu adanya suatu metoda yang dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi senyawa obat di dalam tubuh,  diantaranya adalah dengan menggunakan teknologi sistem dispersi padat dan koristal.
Dispersi padat merupakan dispersi dari satu atau lebih bahan aktif dalam pembawa inert atau matriks pada keadaan padat.
Perubahan susunan molekul dalam kristal seperti modifikasi bentuk kristal dan penggabungan dengan senyawa lain dalam kisi kristal yang sama (ko-kristal) telah terbukti mampu mengubah suatu sifat fisiko kimia suatu senyawa. Namun, kedua hal tersebut belum pernah dilaporkan terjadi secara bersamaan.Modifikasi bentuk kristal, seperti mengubah bentuk kristal atau amorfisasi merupakan salah satu upaya dalam mengubah sifat fisikokimia suatu bahan. Istilah kristal digunakan untuk menggambarkanderajat keteraturan internal yang tinggi, sedangkan pada padatan amorf ditemui derajat ketidakteraturan yang rendah sehingga padatan amorf diklasifikasikan sebagai golongan bahan isotropik. Ko-kristal adalah suatu kompleks kristalin dimana dua atau lebih molekul netral berada pada perbandingan yang stoikiometrik
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu disperse padat dan bagaimana metode pembuatannya?
2.      Apa itu kokristal dan bagaimna metode pembuatannya?
3.      Apa itu  Floating Drug Delivery System dan bagaimana formulasinya?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami pengertian disperse padat dan metodenya
2.      Mengetahui dan memahami definisi kokristal dan metode pembuatannya.
3.      Mengetahui dan memahami floating dan FDDS


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dispersi Padat
Dispersi padat merupakan suatu campuran dari satu atau lebih bahan obat dalam suatu bahan pembawa yang inert atau matrik padat yang dilakukan dengan metode peleburan, metode pelarutan dan metode pelarutan peleburan (Chiou dan Riegelman, 1971).
1.      Metode peleburan
Pembuatan dispersi padat dapat dilakukan dengan mencampur bahan obat dengan bahan pembawa yang mudah larut dalam air, kemudian dipanaskan sampai melebur. Campuran yang sudah melebur segera didinginkan dan bekukan dengan cepat dalam suatu bak yang berisi es sambil di aduk kuat. Kekurangan dari metode ini adalah adanya obat-obatan dengan bahan pembawa tertentu yang mengalami dekomposisi atau penguapan ketika proses peleburan berlangsung (Goldberg, 1965).
Bahan-bahan yang berhasil dibuat dispersi padat dalam upaya menaikkan kecepatan disolusinya antara lain nitrofurantoin dengan PEG 6000 dan etetoin dengan PEG 6000 (Simonelli, 1970).
2.      Metode pelarutan
Metode ini digunakan untuk larutan padat atau campuran fisik organik dan anorganik. Hasil yang diperoleh dengan metode pelarutan disebut kopresipitat. Langkah yang dilakukan adalah dengan melarutkan bahan pembawa padat pelarut yang cocok, kemudian pelarutnya diuapkan atau dengan menambah pelarut lain, sehingga terjadi suatu kristal yang merupakan dispersi molekuler antara bahan obat dengan bahan pembawa. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada pembentukan disperse lpadat yaitu terbentuknya campuran eutektik. Dispersi padat akan terbentuk apabila  molekul obat lepas dari permukaan zat padat menjadi bentuk yang dapat ditransformasikan ke dalam pelarut. Pelarutan merupakan rangkaian proses liberasi dan redisposisi pada permukaan zat padat. Pelarutan merupakan rangkaian proses yang berkesinambungan tetapi saling berdiri sendiri dimana rangkaian tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu pertukaran partikel pada permukaan zat padat, perubahan zat padat menjadi larutan, perpindahan zat padat yang telah larut ke dalam mediumnya (Tawashi,1968).
3.      Metode pelarutan-peleburan
Pembuatan dispersi padat dikerjakan dengan melarutkan terlebih dahulu bahan obat ke dalam pelarut yang sesuai kemudian larutan dicampur dengan lelehan PEG 6000 dan dikerjakan pada temperatur di bawah 700 C tanpa menguapkan pelarutnya. Chiou menggunakan metode ini untuk pembuatan dispersi padat Spinolakton- PEG 6000 (Chiou dan Riegelman,1971).
Menurut Chiou dan Riegelman (1971), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pembentukan dispersi padat, antara lain:
1.      Spektrum inframerah
Digunakan untuk menganalisis gugus fungsi yang terbentuk akibat terjadinya kompleks. Pada umumnya gaya yang terbentuk akibat ikatan hydrogen antara gugus yang mengandung oksigen. Metode ini digunakan dalam menentukan kompleksasi antara β- karoten dan polivinilpirolidon yang memberikan hasil bahwa terjadi interaksi antara β- karoten dan polivinilpirilidon.
2.      Difraksi Sinar X
Metode ini sangat penting dan paling efisien dalam mempelajari pembentukan campuran fisik dan dispersi padat. Zat dalam keadaan murni biasanya memberikan puncak – puncak yang tajam pada pola difraksi sinar X. Pembentukan kompleks furosemiddengan β siklodekstrin memberikan puncak – puncak yang lebih rendah dengan pecahan yang lebih banyak dibandingkan senyawa murni.
3.      Analisis Termal
Analisis ini menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Analisis termal merupakan cara analisis yang digunakan untuk mengetahui interaksi fisikokimia dari dua atau lebih system komponen. Telah dilakukan studi terhadap pembentukan kompleks ibuprofen dan ketoprofendengan N – metilglutamin diperoleh peleburan baru endodermis pada temogram akibat terbentuknya kompleks
4.      Analisis Termodinamika
Analisis ini dilakukan dengan metode pelarutan. Kompleks yang terjadi dapat diukur dengan tetapan stabilitas kompleks (k). selanjutnya setelah stabilitas kompleks diperoleh, ditentukan parameter termodinamikanya yang meliputi beda energi bebas (ΔF), beda entalpi (ΔH), dan beda entropi (ΔS). Uji kelarutan dilakukan dengan cara mengambil cuplikan pada selang waktu tertentu sampai larutan jenuh. Kejenuhan tercapai apabila hasil pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer dari cuplikan yang di ambil memberikan hasil pengukuran yang tetap
5.      Metode Laju Disolusi
Metode ini dapat digunakan untuk mengamati kecepatan disolusi yang proporsional pada daerah permukaan, membedakan kecepatan disolusi antara campuran fisik dan larutan fisik dan larutan padat serta membedakan bentuk polimorfi yang sama dari suatu obat pada campuran fisik dengan kopressipitat hasil pembentukan dispersi padat.
6.      Mikroskopik
Metode ini digunakan untuk mempelajari polimorf dan morfologi dispersi padat, pengamatan ukuran, dan bentuk Kristal.
7.      Metode spektroskopi
Terdiri dari spektroskopi ultraviolet dan spektroskopi inframerah. Pada spektroskopi ultraviolet, terjadinya kompleks dalam larutan dapat ditunjukkan dengan bergesernya panjang gelombang maksimum larutan. Pada spektroskopi inframerah, terjadi kompleks atau interaksi antara zat aktif dan pembawa dapat ditunjukkan dengan pergeseran puncak serapan atau terbentuknya serapan baru yang menunjukkan adanya interaksi ikatan baru antara zat aktif dan pembawa.
Mekanisme dispersi padat dapat berupa pengecilan ukuran partikel dan bahan obat kemudian terperangkap dalam zat padat lain yang berfungsi sebagai pembawa, selain itu dapat pula dengan pembentukan komplek yang terjadi antara obat dengan bahan pembawa yang akan pecah jika dilarutkan dalam air atau cairan badan sehingga membebaskan zat aktif dan terdispersi secara molekuler (Chiou dan Riegelman, 1971).
B.     Kokristalisasi
Kokristal dapat didefinisikan sebagai kompleks Kristal dari dua atau lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi Kristal melalui interaksi nonkovaln terutama ikatan hydrogen. Pembentukan kokristal melibatkan penggabungan zat aktif obat dengan molekul lain yang dapat diterima secara farmasi dalam sebuah kisi Kristal. Agen kokristalisasi atau disebut juga dngan koformer untuk kokristalisai dalam upaya peningkatan laju kelarutan harus memiliki sifat tidak toksik, inert, dapat mudah larut dalam air, mampu berikatan secara nonkovalen. Contohnya ikatan hydrogen dengan obat, mampu meningkatkan kelarutan obat dalam air, compatible secara kimia dengan obat. Koformer dapat berupa zat tambahan pada makanan, pengawet, exipient farmasi dan zat aktif lain. 
Zat aktif obat yang digunakan dalam kokristalisasi agar dapat membentuk suatu kokristal harus memiliki gugusan yang mampu berikatan secara nonkovalen dengan koformer. Fase multikristal yang dihasilkan akan mempertahankan aktivitas intrinsic zat aktif obat namun disisi lain memiliki sifat fisiko kimia yang berbeda.
Kokristalisasi memiliki keuntungan dalam memperbaiki beberapa profil yang dimiliki oleh suatu zat, seperti kelarutan, bioavaibilitas dan stabilitas fisik. Ikatan hydrogen yang merupakan interaksi nonkovalen adalah suatu kunci dalam pembentukan kokristal. Pembentukan kokristal dapat memperbaiki sifat fisiko kimia suatu zat aktif tanpa mengubah aktivitas zat tersebut.
Beberapa metode yang umum digunakan dalam pembuatan kokristal adalah sebagai berikut :
a.       Metode pelarutan
Metode pelarutan menjadi tahap pelarutan masing-masing komponen dalam pelarut yang sesuai dengan kelarutannya, kemudian dilakukan pencampuran dan pembentukan Kristal sehingga didapatkan kokristal pembentukan Kristal dapat dilakukan dengan beberapa metode :
(1)   Metode penguapan pelarut (evaporasi)
Dua komponen yang ekuivalen terdiri dari zat aktif obat dan koformer dilarutkan dalam suatu pelarut atau campuran pelarut, kemudian untuk memperoleh keadaan lewat jenuh maka larutan tersebut diuapkan sampai pelarutnya habis menguap. Kokristal merupakan residu hasil penguapan tersebut.
(2)   Metode reaksi kristalisasi
Reaksi kristalisasi ini dilakukan dengan menambahkan sejumlah komponen zat kedalam larutan zat lain yang sudah jenuh atau mendekati jenuh sehingga larutan akan menjadi lewat jenuh dan terjadi proses kristalisasi. Kokristal diperoleh dari hasil reaksi tersebut. Metode ini efektif entuk larutan dengan konsentrasi komponen yang tidak ekuivalen ketika satu komponen larutan menjai lewat jenuh dengan penambahan komponen lainnya.
(3)   Metode pendinginan
Metode ini melibatkan suhu dalam proses kokristalisasi. Dimana sejumlah besar komponen yang merupakan zat aktif dan koformer dilarutkan dalam pelarut atau campuran pelarut yang kemudian dipanaskan untuk memastikan kedua komponen tersebut benar-benar larut. Kokristal akan mengendap saat larutan mencapai keadaan lewat jenuh. Metode ini cocok untuk membuat kokristal dalam skala besar.
b.      Metode grinding
Metode grinding dapat digunakan dalam pembentukan kokristal, metode ini menggunakan aspek mekanik. Perbedaan metode grinding dan pelarutan adalah metode grinding setelah komponen obat dan koformer dicampurkan, dilakukan aspek mekanik baik secara manual menggunakan mortar atau menggunakan alat seperti ball mill atau vibratory mill.
(1)   Dry grinding
Metode ini dilakukan dengan menyampurkan kedua komponen ekuivalen penyusun kokristal secara bersama-sama lalu menggerusnya atau menggilingnya dengan mortir dan alu tatu dengan ball mill atau vibratory mill
(2)   Solvent drop grinding
Metode ini sama dengan metode dry grinding, dalam metode ini ditambahkan sejumlah kecil pelarut dalam proses pencampurannya. Dengan penambahan sedikit pelarut dapat meningkatan pembentuksn kokristal.
Adapun karakterisasi sifat fisiko kimia dan kristalografik
1)      Metode kontak panas
2)      Analisis mikroskopik dengan mikroskop dengan polarisasi
3)      Analsis pola difraksi sinar-X
4)      Analisis termal deferensial
5)      Analisis spektroskopi FT-IR
C.     Floating Drug Delivery System
Floating system yaitu pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma (Chawla, et.al).
Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS) juga biasa disebut Hydrodynamically Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih rendah daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem
Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system (HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang di permukaan luar. Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003).
Isi lambung minimal diperlukan untuk mencapai prinsip retensi pengapungan, tingkat minimal gaya apung (F) juga dibutuhkan untuk menjaga bentuk sediaan mengapung pada permukaan makanan.
Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Harus memiliki struktur yang cukup untuk membentuk sebuah
      penghalang gel kohesif.
b. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung
     (1,004-1,010).
c. Harus larut perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat
1.      Formulasi Sediaan FDDS
Untuk merancang sediaan mengapung ada dua pendekatan yang dapat digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan tunggal (seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem bentuk sediaan jamak (seperti granul atau mikrosfer)
2.      Bentuk Sediaan Tunggal
Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically Balance Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di lambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan 20- 75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau kapsul. Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-75% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan (pada umumnya proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi), selanjutnya granul dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.
Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung. Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari system terapung itu ke dalam cairan lambung.
Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki kelarutan yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki tempat absorpsi khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam lambung untuk waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus memiliki bobot jenis kurang dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan dalam lambung, integritas strukturnya terjaga dan melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan. 2. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung (1,004-1,010). 3. Harus larut perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1.      Dispersi padat merupakan suatu campuran dari satu atau lebih bahan obat dalam suatu bahan pembawa yang inert atau matrik padat yang dilakukan dengan metode peleburan, metode peleburan; Pembuatan dispersi padat dapat dilakukan dengan mencampur bahan obat dengan bahan pembawa yang mudah larut dalam air, kemudian dipanaskan sampai melebur. Campuran yang sudah melebur segera didinginkan dan bekukan dengan cepat dalam suatu bak yang berisi es sambil di aduk kuat. Sedangkan metode pelarutan; metode ini digunakan untuk larutan padat atau campuran fisik organik dan anorganik.
2.      Ko-kristal adalah kristal yang bercampur atau kristal yang mengandungi dua atau lebih molekul yang berbeda.
Sifat-sifat kimia senyawa asli akan terjaga dengan baik karena tidak ada ikatan kovalen yang baru dibentuk pada co-kristal dibandingkan dengan induk molekul molekulnya.
3.      Floating system yaitu pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan.
B.     Kritik dan Saran
Mohon maaf bila makalah yang telah dibuat ini masih banyak kekurangan karena manusia tidak luput dari kesalahan.






DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C., (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Edisi IV). Penerjemah:
Farida Ibrahim. Jakarta: Universitas Indonesia.

Chiou W.L., & Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical applications of Solid
Dispersion System. J. Pharm. Sci, 60, (9), 1281-1302.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia (Edisi III). Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Kibria, G., Roni, M, A., Dipu, M, H., Rahman, H., Rony, Md, R., & Jalil, R. (2011).
Dissolution enhancement of poorly soluble carbamazepine by using polymeric
solid dispersions. IJPSR, 2, 49-57.

Serajuddin, A.T.M., 1999, Solid Dispersion of Poorly Water Soluble Drugs : Early Promises,
Subsequent Problems and Recent Breakthroughs., J. Pharm. Sci Vol 6=88, p.1058
1066.


1 komentar:

  1. Betting Sites | Online Casinos in India - KADangpintar
    Online Casino: Online Gambling Games | Online Casinos in India. Here at KDANG, we take you to the Indian 온카지노 market with online casinos

    BalasHapus